INES MARINES ROSETIKA AJI PUTRI

just tell the truth

Senin, 04 Januari 2010

Budaya Konsumtif di Bulan Ramadhan

Lebaran atau Idul Fitri adalah momen sukacita bagi seluruh umat muslim. Di Indonesia, kultur menyambut hari yang suci ini ditandai dengan konsumtivisme masyarakat yang semakin tinggi. Baru mencapai dua pekan sebelum Hari Raya, telah terjadi kemacetan di pusat-pusat kota dan di sekitar sejumlah pusat perbelanjaan seiring dengan melonjaknya kunjungan konsumen. Pada bulan Ramadhan, suasana pusat perbelanjaan mendadak lebih ramai dan sesak dari 11 bulan lainnya. Hal ini memang sangat wajar dan sudah menjadi tradisi masyarakat kita bertahun-tahun yang lalu dalam menyambut lebaran. Walaupun bukan merupakan keharusan, namun budaya belanja ini kenyataannya semakin menjadi tiap tahunnya.

Semangat belanja yang berlebihan sebenarnya tidak proporsional dilakukan saat bulan Ramadhan, di mana kita seharusnya khusyuk beribadah dan mengejar pahala. Namun, semakin dekat dengan hari raya, semangat masyarakat untuk melampiaskan nafsu hedonisme malah semakin tak terbendung. Entah belanja pakaian, makanan, atau interior rumah baru untuk menyambut lebaran. Dalam hal ini yang diuntungkan tentunya adalah produsen atau pelaku usaha. Diakui oleh pedagang busana muslim, omset penjualan pada setiap ramadhan pun menanjak berkali lipat.

Strategi diskon besar-besaran yang ditawarkan semua pusat perbelanjaan sejak awal Ramadhan sangat mudah membuat konsumen tergoda untuk membeli hal yang sebenarnya tidak ingin dibeli. Hal ini akhirnya membentuk sifat konsumtif pada masyarakat. Bulan Ramadhan yang seharusnya menjadi bulan keprihatinan dan menahan segala hawa nafsu, sekarang malah identik dengan konsumtivisme masyarakat. Konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif. Dalam artian luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas.

Dalam konteks Islam, maka Islam sangat menganjurkan pemenuhan kebutuhan hidup secara sederhana. Di dalam pandangan Islam kegiatan ekonomi merupakan tuntutan kehidupan, di samping merupakan anjuran yang memiliki dimensi ibadah (bidimensial). Sejalan dengan MN Shiddiqi Nejjatullah dalam Suhrawardi K Lubis (2002), bahwa aktivitas ekonomi dalam pandangan Islam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara sederhana, memenuhi kebutuhan keluarga, memenuhi kebutuhan jangka panjang, menyediakan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan dan memberikan bantuan sosial dan sumbangan menuntut jalan Allah. Sebaiknya penggunaan harta harus diarahkan pada pilihan yang baik dan tepat, dan mengambil pola konsumsi yang baik pula, yaitu dengan berpikir sebelum membeli. Apakah kita berbelanja untuk memenuhi kebutuhan atau hanya untuk memuaskan keinginan (http://www.analisadaily.com/). Di Bulan ramadhan ini adalah waktunya menahan segala jenis pemikiran dan perbuatan yang jauh dari sikap dan nilai-nilai Islami termasuk pemborosan atau konsumtivisme.

Bertolak belakang dengan situasi pusat belanja yang penuh sesak, tempat ibadah justru semakin sepi jamaah. Pada awal ramadhan, masjid selalu penuh saat sholat tarawih, bahkan barisan sholat hingga mencapai halaman masjid. Namun, semakin mendekati Idul Fitri, semangat beribadah tergantikan oleh antusiasme berbelanja makanan dan busana lebaran. Kejadian seperti ini menunjukkan lemahnya spirit religi atau semangat beribadah sebagian umat muslim, karena termakan ajakan konsumtif pada bulan ramadhan yang lebih besar daripada ajakan spiritualitas.
Mungkin tradisi belanja yang dilakukan sebagian besar masyarakat merupakan wujud persiapan menyambut hari raya Idul Fitri yang telah dinantikan, tentunya persiapan secara materi dan lahiriah. Namun terlalu sibuk menyiapkan materi untuk hari raya malah membuat kita lupa dengan arti sebenarnya dari bulan Ramadhan dan Idul Fitri itu sendiri. Ramadhan adalah waktu dimana amal dan pahala dilipatgandakan, maka sebaiknya kita menjalaninya dengan konsentrasi beribadah dan meminimalkan hasrat belanja. Sedangkan esensi dari Idul Fitri adalah saling memaafkan dengan hati yang bersih dan suci, harus dipahami bahwa penampilan fisik hanyalah pelengkap saja. Jadi semua tergantung kita masing-masing, apakah kita ingin menyia-nyiakan bulan suci dengan kegiatan konsumtif atau dengan beribadah meningkatkan keimanan dan ketakwaan.

6 komentar:

  1. ayooo.. mulai 2010 ini, ibadah harus kita tingkatkan ya nes, jangan hanya mementingkan kehidupan duniawi semata:)

    BalasHapus
  2. heem pas bulan ramadhan ya ampun mall pada penuh...menuju kasir aja ngantrinya panjang banget.

    BalasHapus
  3. sekarang kalo beli baju jangan pas ramadhan, udah harga mahal, modelnya turahan hahaha

    BalasHapus