INES MARINES ROSETIKA AJI PUTRI

just tell the truth

Minggu, 24 Januari 2010

Penjara Mewah Koruptor




Berkat inspeksi mendadak Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ke dalam sel penjara di Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur beberapa waktu lalu, terungkap fakta bahwa penjara yang dihuni artalyta mempunyai fasilitas mewah yang berlebihan, tidak sewajarnya penjara pada umumnya.
mengapa hal ini bisa terjadi?? koruptor yang telah menggelapkan uang milyaran rupiah justru tidak mendapatkan hukuman yang seharusnya. dalam hal ini, sama saja Artalyta tidak dipenjara, hanya dikurung di dalam kamar mewah tanpa boleh keluar. apa bedanya dengan di rumah sendiri??
dibayar berapa kepala tahanan dan sipir penjara untuk hal ini??jangan-jangan malah Artalyta sebenarnya bisa keluar masuk penjara, tanpa ada yang tahu. tentu saja dengan bantuan petugas penjara.
mengapa terjadi ketidakadilan dengan narapidana lain?? hal ini mengindikasikan kasus suap menyuap dalam penjara.

Sabtu, 09 Januari 2010

SARJANA KOK NGANGGUR???

Semakin lama angka pengangguran di Indonesia semakin meningkat. Parahnya, kelompok pengangguran ini tidak hanya dipenuhi oleh lulusan sekolah menengah, tapi juga lulusan universitas, yah... sarjana. Data Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Pendidikan nasional menyebutkan, perguruan tinggi di Indonesia menciptakan 900.000 sarjana menganggur. Tiap tahun, rata-rata 20 % lulusan perguruan tinggi menjadi pengangguran.(Suara Merdeka 9 /01)

Ada beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya pengangguran sarjana, antara lain lapangan kerja yang semakin sempit, dan lulusan perguruan tinggi yang semakin banyak tidak seimbang dengan jumlah lapangan ketja yang ada. Selain itu, kompetensi mahasiswa yang tidak begitu baik. Kebanyakan mahasiswa hanya mengejar nilai, padahal skill dan kompetensi untuk dunia pekerjaan didapatkan dari proses belajar yang matang dan berkesinambungan, bukan hanya dari nilai mata kuliah. Jadi dapat disimpulkan, banyak sarjana di Indonesia yang berkompetensi rendah, tidak sesuai dengan gelar yang disandangnya, kebanyakan mereka masih bingung menghadapi dunia kerja.

Jika kita melihat Bursa kerja yang sering diadakan, tentulah di situ dipenuhi mahasiswa yang dengan semangat mencari pekerjaan dan karir yang sesuai dengan minat mereka. Mereka berpikir untuk bisa mendapatkan pekerjaan di kantor atau perusahaan tertentu sebagai karyawannya. Jarang ada yang berpikir untuk berwirausaha. Padahal wirausaha lah yang dibutuhkan Indonesia saat ini, untuk memperbanyak lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran. Seharusnya lulusan perguruan tinggi memiliki kompetensi yang lebih untuk menjadi enterpreneur, bisa membuka lapangan kerja baru untuk pengangguran lainnya.

Namun, banyak orang masih mempunyai pola pikir bahwa pendidikan yang tinggi pasti mendapatkan perkerjaan dan kedudukan yang tinggi pula. Pendidikan menjadi standar tertentu di lingkungan sosial. Semua orang berlomba mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Namun ternyata angka pengangguran sarjana semakin tinggi. Apakah ini kesalahan perguruan tinggi atau individu sendiri?

Sebaiknya kita yang masih menempuh pendidikan sebagai mahasiswa, mulai koreksi diri kita, apakah kita hanya mengejar nilai dan angka indeks prestasi?? Mari kita kembangkan skill dan kompetensi dalam diri kita, termasuk kemampuan leadership, komunikasi, dan negosiasi yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja nanti.

UN – SNMPTN Digabungkan????

Well, apa yang ada di pikiranmu mendengar rencana penggabungan UN dan SNMPTN?? efisienkah??
Rencana pemerintah untuk meringankan beban murid SMA yang akan masuk ke perguruan tinggi ini sedang menjadi pembicaraan hangat di dunia pendidikan Indonesia. Mungkin tujuan dari program ini baik, yaitu menghemat waktu dan pikiran murid dalam ujian kelulusan sekolah serta ujian masuk ke PT. Karena pada kenyataannya, Ujian masuk PT sama materinya dengan Ujian Nasional. UU Sisdiknas, PP No 19 Tahun 2005 menyebutkan bahwa hasil UN dapat dijadikan bahan pertimbangan memasuko perguruan tinggi negeri dan PT pun tidak perlu mengadakan seleksi dengan memuat materi-materi yang telah diujikan dalam UN. PT cukup mengadakan seleksi untuk bakat, minat, dan psikotes calon mahasiswa.

Mungkin tujian dari UN dan SNMPTN sendiri memang berbeda, UN bertujuan untuk kelulusan siswa SMA. sedangkan SNMPTN adalah ujian untuk masuk ke PT. Namun menurut saya, penggabungan UN dan SNMPTN ini perlu dilakukan, dengan alasan efisiensi. Jadi hasil UN bisa dijadikan Pertimbangan untuk masuk PT, siswa pun tidak perlu melakukan ujian dua kali.

Memang hal ini masih menjadi kontroversi dan pro-kontra di kalangan akademisi maupun masyarakat. Namun, jika program ini jadi dilaksanakan, semoga bisa berjalan dengan baik dan dapat membangkitkan derajat pendidikan di Indonesia yang masih rendah.

lampiran video artikel kampus dan prostitusi..

Kampus dan Prostitusi

Di balik image kampus atau universitas yang berwibawa dan intelek, banyak isu-isu negatif yang tersembunyi di dalamnya, tidak terkecuali hal tabu sekalipun. Di lingkungan sosial manapun, pasti terjadi penyimpangan oleh anggotanya, baik yang dilakukan secara sengaja tau terpaksa. Fenomena tersebut tidak dapat dihindari dalam sebuah masyarakat. Interaksi sosial yang terjadi di antara anggota masyarakat terkadang menimbulkan gesekan-gesekan yang tidak jarang menimbulkan penyimpangan norma yang berlaku pada masyarakat tersebut (Soekanto, 1989:79). Kasus semacam ini juga terjadi di lingkungan istitusi seperti universitas.Apa isu negatif yang tersembunyi di dalam universitas? Salah satunya adalah penyimpangan oleh mahasiswa itu sendiri. Banyak dari mereka yang tidak melaksanakan peran dan posisinya sebagai mahasiswa dengan tepat. Bahkan ada yang bertindak terlalu jauh sebagai mahasiswa.

Adanya kasus prostitusi kampus merupakan salah satu contoh penyimpangan tersebut. Faktor-faktor pendorong seperti desakan ekonomi, salah pergaulan, lingkungan tempat tinggal yang buruk bahkan permisif memaksa mahasiswa-mahasiswa terjun ke dalam dunia malam. Ada beberapa yang berprofesi sebagai sexy dancer di klub-klub malam, dalam hal ini sexy dancer melakukan tarian striptease alias tari bugil, yang sangat mungkin setelah berakhirnya tarian itu, mereka yang melakukan pekerjaan ini “dipakai” oleh lelaki hidung belang.

Tidak itu saja, jika kita mau mebuka mata, banyak mahasiswa yang merangkap peran sebagai penjaja kenikmatan seksual. Mereka menawarkan jasanya kepada sesama mahasiswa, maupun om-om yang berduit hingga pejabat tinggi. Fenomena adanya mahasiswa yang menjajakan kenikmatan seksual sesaat kepada yang membutuhkan, membuat mereka, khususnya mahasiswi memiliki sebutan sebagai ‘ayam kampus’.

Mahasiswa yang melakukan penyimpangan tersebut tidak mempunyai konsep diri yang jelas. Seks adalah hal yang paling utama dalam hidup mereka. “Pekerjaan sambilan” yang tidak pada tempatnya ini dilakukan beberapa mahasiswi tanpa rasa keberatan. Mahasiswi pelaku kegiatan prostitusi menganut konsep budaya serba instan, dimana kebutuhan materi harus didapatkan dengan cara yang menurut mereka cepat. Dari wawancara dengan pihak pemakai jasa prostitusi ini pun didapatkan keterangan bahwa jasa seksual ini bisa dengan mudah didapatkan dengan harga yang murah. Mereka yang buta akan nafsu birahinya pun tidak merasa berdosa terlibat dalam praktek seperti ini. Mahasiswa pemakai jasa prostitusi, menganggap bahwa kenikmatan seksual dan wanita bisa dibeli begitu saja. Bagaimana dirinya memnadang kehormatan seorang wanita perlu dipertanyakan.

Menurut Psikolog dan Dosen ilmu psikologi universitas Diponegoro, Perilaku para mahasiswa / mahasiswi yang melakukan kegiatan prostitusi lebih kepada penyimpangan moral & perilaku, bukan pada masalah kejiwaan. Orang tua, ajaran agama & ilmu pengetahuan telah melakukan perannya, namun keputusan untuk bertindak ada di tangan tiap individu. Dialam hal ini, kedewasaan & tanggung jawab dari seorang mahasiswa patut dipertanyakan. Dikarenakan berbagai alasan sosial, kebutuhan gaya hidup, pengakuan diantara komunitasnya, kebanggaan serta kepercayaan diri yang semu membuat moral tidak lagi diindahkan. Berdasar penelitian psikologi, moral hanya menyumbang 6% dalam pergaulan seks bebas, selebihnya adalah faktor-faktor sosial seperti tadi.

Penanganan preventif, lebih kepada pencegahan dalam bentuk pengetahuan tentang baik dan buruknya seks bebas telah dilakukan kampus, antara lain mengadakan seminar kesehatan reproduksi secara rutin yang bekerjasama dengan masing-masing jurusan. Selain itu juga memberikan penyuluhan bagi setiap mahasiswa baru.

Mahasiswa seharusnya memiliki konsep diri yang kuat, serta mempunyai tujuan yang jelas dalam hidup. Tanggung jawab sebagai seorang mahasiswa adalah untuk memperdalam ilmu pengetahuan, bukan untuk kebutuhan seksual. Lebih baik memilih salah satu, apakah ingin menjadi mahasiswa atau bergelut di dunia tersebut. Jika memang mempunyai kebutuhan seks yang tidak dapat dibendung lagi, maka lebih baik menikah.

Senin, 04 Januari 2010

Budaya Konsumtif di Bulan Ramadhan

Lebaran atau Idul Fitri adalah momen sukacita bagi seluruh umat muslim. Di Indonesia, kultur menyambut hari yang suci ini ditandai dengan konsumtivisme masyarakat yang semakin tinggi. Baru mencapai dua pekan sebelum Hari Raya, telah terjadi kemacetan di pusat-pusat kota dan di sekitar sejumlah pusat perbelanjaan seiring dengan melonjaknya kunjungan konsumen. Pada bulan Ramadhan, suasana pusat perbelanjaan mendadak lebih ramai dan sesak dari 11 bulan lainnya. Hal ini memang sangat wajar dan sudah menjadi tradisi masyarakat kita bertahun-tahun yang lalu dalam menyambut lebaran. Walaupun bukan merupakan keharusan, namun budaya belanja ini kenyataannya semakin menjadi tiap tahunnya.

Semangat belanja yang berlebihan sebenarnya tidak proporsional dilakukan saat bulan Ramadhan, di mana kita seharusnya khusyuk beribadah dan mengejar pahala. Namun, semakin dekat dengan hari raya, semangat masyarakat untuk melampiaskan nafsu hedonisme malah semakin tak terbendung. Entah belanja pakaian, makanan, atau interior rumah baru untuk menyambut lebaran. Dalam hal ini yang diuntungkan tentunya adalah produsen atau pelaku usaha. Diakui oleh pedagang busana muslim, omset penjualan pada setiap ramadhan pun menanjak berkali lipat.

Strategi diskon besar-besaran yang ditawarkan semua pusat perbelanjaan sejak awal Ramadhan sangat mudah membuat konsumen tergoda untuk membeli hal yang sebenarnya tidak ingin dibeli. Hal ini akhirnya membentuk sifat konsumtif pada masyarakat. Bulan Ramadhan yang seharusnya menjadi bulan keprihatinan dan menahan segala hawa nafsu, sekarang malah identik dengan konsumtivisme masyarakat. Konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif. Dalam artian luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas.

Dalam konteks Islam, maka Islam sangat menganjurkan pemenuhan kebutuhan hidup secara sederhana. Di dalam pandangan Islam kegiatan ekonomi merupakan tuntutan kehidupan, di samping merupakan anjuran yang memiliki dimensi ibadah (bidimensial). Sejalan dengan MN Shiddiqi Nejjatullah dalam Suhrawardi K Lubis (2002), bahwa aktivitas ekonomi dalam pandangan Islam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara sederhana, memenuhi kebutuhan keluarga, memenuhi kebutuhan jangka panjang, menyediakan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan dan memberikan bantuan sosial dan sumbangan menuntut jalan Allah. Sebaiknya penggunaan harta harus diarahkan pada pilihan yang baik dan tepat, dan mengambil pola konsumsi yang baik pula, yaitu dengan berpikir sebelum membeli. Apakah kita berbelanja untuk memenuhi kebutuhan atau hanya untuk memuaskan keinginan (http://www.analisadaily.com/). Di Bulan ramadhan ini adalah waktunya menahan segala jenis pemikiran dan perbuatan yang jauh dari sikap dan nilai-nilai Islami termasuk pemborosan atau konsumtivisme.

Bertolak belakang dengan situasi pusat belanja yang penuh sesak, tempat ibadah justru semakin sepi jamaah. Pada awal ramadhan, masjid selalu penuh saat sholat tarawih, bahkan barisan sholat hingga mencapai halaman masjid. Namun, semakin mendekati Idul Fitri, semangat beribadah tergantikan oleh antusiasme berbelanja makanan dan busana lebaran. Kejadian seperti ini menunjukkan lemahnya spirit religi atau semangat beribadah sebagian umat muslim, karena termakan ajakan konsumtif pada bulan ramadhan yang lebih besar daripada ajakan spiritualitas.
Mungkin tradisi belanja yang dilakukan sebagian besar masyarakat merupakan wujud persiapan menyambut hari raya Idul Fitri yang telah dinantikan, tentunya persiapan secara materi dan lahiriah. Namun terlalu sibuk menyiapkan materi untuk hari raya malah membuat kita lupa dengan arti sebenarnya dari bulan Ramadhan dan Idul Fitri itu sendiri. Ramadhan adalah waktu dimana amal dan pahala dilipatgandakan, maka sebaiknya kita menjalaninya dengan konsentrasi beribadah dan meminimalkan hasrat belanja. Sedangkan esensi dari Idul Fitri adalah saling memaafkan dengan hati yang bersih dan suci, harus dipahami bahwa penampilan fisik hanyalah pelengkap saja. Jadi semua tergantung kita masing-masing, apakah kita ingin menyia-nyiakan bulan suci dengan kegiatan konsumtif atau dengan beribadah meningkatkan keimanan dan ketakwaan.

Sabtu, 02 Januari 2010

WhAT The Hell is This????!




diambil dari facebooknya mas nur mahardika alias jupri..
minjem gambarnya yaa, membuat mata melotot nih. hahahahah...